Do What You Love, Love What You Do

Selasa, 21 April 2015

Lukisan Langit (Cerpen)

Hampir tiap pekan kusempatkan mengunjungi salah satu toko buku yang ada di dekat pelabuhan. Toko buku ini termasuk toko buku tertua yang ada di kota ini. Aku suka berkunjung ke sana, koleksi buku buku lamanya lengkap, disamping harganya juga lebih murah dibanding toko buku lainnya.

Siang yang begitu terik, aku menghampiri penjual minuman dingin yang ada di seberang jalan, kemudian buru buru menghabiskannya. Setelah botol minumanku benar benar kosong, aku segera berjalan menuju toko buku langgananku. Toko buku ini meski tak dilengkapi dengan pendingin ruangan, tetap terasa sejuk, memang sudah tak seramai beberapa tahun yang lalu, setelah toko toko buku lainnya mulai berdiri dimana-mana. Toko ini pun tak sebesar toko buku lainnya, yang sudah dilengkapi dengan pendingin ruangan, sofa untuk membaca, dan fasilitas untuk mencari buku yang kita inginkan.

Tenggelam dengan buku buku yang berjajar rapi, aku sudah tak memperdulikan cuaca terik di luar sana, bahkan mungkin sekelilingku. Fokusku hanya pada buku buku yang ada di depanku, hingga mata ini kemudian terhenti pada satu buku “Lukisan Langit”, demikian judul bukunya. Tiba tiba seseorang muncul dan berkata, “mungkin kamu bagian dari lukisan itu”, sambil tersenyum ia kemudian pergi dan aku masih terdiam, berusaha mencerna apa maksud dari ucapan orang tadi. Aku belum menemukan maksud orang tadi berkata demikian padaku, ketika aku harus buru buru meninggalkan toko buku ini, karena ternyata aku ada janji bertemu dengan seorang teman.

Sudah dua pekan aku tak berkunjung ke toko buku langgananku, aku disibukkan dengan pekerjaan kantor yang begitu padat di akhir tahun. Hari ini aku pulang paling belakang di banding pegawai lainnya, aku memilih merampungkan pekerjaan hari ini, di perjalanan pulang hujan tiba tiba turun, memaksaku untuk berhenti di sebuah cafĂ© kecil tak jauh dari kantorku. Aku memesan kopi hangat, sekedar teman menikmati hujan. Tiba tiba seseorang datang menghampiriku, dan kemudian bertanya, “bukunya sudah dibaca?”, aku mengerutkan kening, sedikit bingung dengan pertanyaan orang ini. Tanpa menunggu jawabanku, ia pergi begitu saja. Lama kemudian aku baru tersadar, aku baru ingat pernah bertemu dengannya di toko buku. Aku jadi penasaran dengan buku itu. Keesokan harinya aku ke toko buku, dan membelinya. Aku tak sempat membaca buku itu sampai selesai, karena beberapa pekerjaan kantor yang masih belum selesai dan kejar deadline. Setelah lembur berhari hari akhirnya semua pekerjaan kantor pun rampung sebelum pergantian tahun.

1 Januari aku memilih untuk istirahat di rumah dibanding keluar bersama teman teman merayakan tahun baru. Sore harinya, telefon bordering membangunkanku dari tidur siang yang panjang, ternyata ayah. Percakapanku ditelfon sore itu kemudian menghantarkanku pada sebuah moment yang sangat penting dalam hidupku 3 bulan kemudian, yaah itu adalah hari pernikahanku. Pernikahanku dengan seseorang bernama angkasa, ia biasa di panggil Asa. Lelaki yang aku temui pertama kali di toko buku, lelaki yang kini menjadikanku lukisan langitnya. Buku yang kubaca tiga bulan yang lalu, baru kutau bahwa suamikulah penulisnya setelah seminggu pernikahan kami. Aku kembali membaca buku tersebut hingga selesai, dan ditutup dengan derai tangis penuh haru. Buku itu sesungguhnya menuliskan tentang diriku, tentang harapannya menjadikanku lukisan langitnya. Aku begitu kagum padanya, ia begitu pandai menjaga hatinya, bahkan di dalam buku, tak ada yang mampu menebak bahwa sesungguhnya tokoh perempuan dalam buku ini ada dalam dunia nyata, dan itu aku. Terima kasih telah menjaga dirimu dan hatimu untukku, terima kasih kamu menjemputku dalam ketaatan padaNya. Aku akan selalu menjadi lukisan langitmu, Angkasaku.




Tidak ada komentar: