Menjalani kehidupan di muka bumi
ini bukanlah membiarkannya mengalir seperti air, membiarkannya kemanapun arus
membawanya, tapi kita mesti memilih arus yang mana yang akan kita lalui, dan
kemana arus itu akan pergi, meskipun semua arus itu kelak akan berkumpul di
tempat yang sama, lautan. Sama halnya dengan kita yang pada akhirnya akan
berkumpul di tempat yang sama kelak, Padang Mahsyar, sebuah tempat dimana kita
akan mempertanggung jawabkan segala perbuatan kita selama di dunia, tapi tentu
setiap manusia mempunyai hak untuk memilih arus atau jalan yang mana yang ingin ia lalui.
Kehidupan kita di dunia tidak pernah terlepas dari peran dan didikan
orangtua kita, di lingkungan keluarga saya, semenjak kecil selalu ditanamkan
menjadi anak yang pemberani, olehnya itu semenjak di Sekolah Dasar ayah saya
saya selalu melatih saya untuk mampu tampil di depan umum, mendorong saya selalu
aktif dalam berbagai kegiatan, dengan tujuan untuk melatih keberanian saya
untuk tampil di depan umum, baik itu tampil membacakan puisi, membawakan
ceramah, memberi sambutan, hingga saya menceburkan diri saya ke berbagai
organisasi. Sebuah keberuntungan, kesempatan dan ujian yang diberikan Allah, sewaktu
SMA saya diberi tanggungjawab menjadi Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah
(OSIS), memasuki bangku perguruan tinggi rutinitas di berbagai organisasi saya
geluti, dan kembali memegang tanggung jawab sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa
Gizi. Aktivitas seperti ini sungguh melatih kemampuan saya untuk terus
berkembang, melatih kemampuan komunikasi saya bertemu dengan orang-orang baru, hingga
akhirnya Tahun 2011 – 2012 saya terjun ke masyarakat, focus bergabung di Nutrition Improvement through Community
Empowerment Project. Apa yang saya pelajari sungguh sangat bermanfaat,
tapi akhir tahun 2012 saya belajar untuk mengintropeksi diri saya, bahwa ternyata apa
yang saya pelajari selama ini masih sangat sedikit, kemampuan saya berbicara di
depan umum itu belum ada apa-apanya, di luar sana banyak sekali ilmu yang belum
saya pelajari. Akhirnya, awal Tahun 2013 saya memutuskan untuk mengikuti Wanna Be Trainer di IPB yang
diselenggarakan oleh Akademi Trainer, di sana saya benar benar berguru pada
ahlinya, dipertemukan dengan orang-orang luar biasa, yang membuka mata saya,
dan membangunkan saya, bahwa saya mesti belajar banyak kepada mereka, semakin
saya belajar semakin saya sadar bahwa saya masih sangat bodoh.
Dalam perjalanannya kuputuskan untuk mengisi hari hariku untuk belajar
dan terus belajar, namun ada satu hal yang beberapa hari yang lalu mengusik
pikiranku, bahwa ternyata ada satu hal yang jarang saya latih selama ini, yakni
mendengarkan. Meski hobby saya mengikuti diskusi, seminar dan training yang semuanya itu dilalui dengan cara
mendengarkan, tapi tak sesimple itu. Kegiatan mendengarkan bukan hanya sekedar masukknya
gelombang suara ke dalam telinga, kemudian diterjemahkan oleh otak, tetapi
kegiatan mendengarkan ialah bagaimana otak menerima pesan melalui telinga, kemudian
dicerna, yang membuat seluruh fungsi tubuh berada dalam satu frekuensi untuk menyerap
apa yang telah di dengarkan, yang pada akhirnya akan menggerakkan kita untuk
menerapkan apa yang telah kita dengar jika itu positif, dan meninggalkannya
jika itu negative.
Kenapa saya mengatakan bahwa mendengarkan itu mesti dilatih, karena ada
beberapa orang yang saya temui lebih sering menggunakan mulutnya di banding
telinganya, dan kenyataannya yang saya lihat bahwa, orang yang seperti ini sulit
mendengarkan orang lain, sulit menerima pendapat oranglain, mau menang sendiri,
yang pada akhirnya sulit untuk melaksanakan tanggungjawabnya karena merasa tak
ingin diperintah, tak ingin menerima masukan, karena menurutnya apa yang ia
lakukan benar, orang seperti ini sulit berkembang dan menghasilkan karya.
Ada juga tipe orang yang ia akan duduk tenang mendengarkan, mengamati
satu demi satu yang dikatakan oleh orang lain, tetapi sembari ia komat kamit
dalam hati karena merasa apa yang dikatakan orang itu tidak penting, ia hampir
sama dengan tipe orang diatas, sedikit mendengar, tetapi orang diatas akan dengan lantang mengeluarkan banyak
teori, tapi orang tipe ke dua ini, hanya tau memberi kritikan tanpa solusi.
Tipe selanjutnya adalah tipe yang setengah mendengarkan, ia senang
mendengarkan orang lain, tapi ketika apa yang ia dengarkan merasa
menyudutkannya atau meyinggung dirinya, maka ia seperti mendengarkan tapi masuk
telinga kanan keluar telinga kiri. Ini sering sekali terjadi pada situasi
dimana orangtua sedang menasehati anaknya, atau seorang guru yang sedang
menasehati murid muridnya, atau seorang yang lebih muda menasehati atau
berbicara di depan orang yang lebih tua.
Pada akhirnya bisa saya simpulkan bahwa mendengarkan itu memang butuh
latihan, latihan bagaimana mengelola emosi, jika apa yang kita dengar ternyata
belum sepenuhnya bisa kita terima, belajar mencerna apa yang kita dengarkan,
mengubah ion negative menjadi ion positif, yang kemudian akhirnya proses
mendengarkan itu menjadi sangat menyenangkan, karena setiap kali kita mendengarkan
kita selalu mampu menyediakan wadah positif yang mampu menampung segala hal
yang kita dengarkan.
Mari kita berlatih menjadi pendengar yang baik….
Salam Santun
@irnayuliani_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar