Tidak terasa saya sudah 7 bulan menetap di Samarinda, berkenalan
dengan banyak orang baru serta melihat kebudayaan yang begitu beragam di kota
ini. Menjadi Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur, Kota Samarinda berkembang
pesat, baik di bidang perekonomian, pendidikan, kesehatan, pembangunan
infrastruktur, kebudayaan dan lain lain, semua dalam proses berbenah dan
berusaha makin baik dari hari kehari. Sayangnya selama 7 bulan saya disini,
saya belum terdaftar sebagai warga Samarinda, entah apa yang menjadi faktor
penghambat pengurusan Kartu Keluarga dan KTP nya terkesan lambat, padahal saya
sudah menyetor semua berkas kepindahan saya dari Makassar ke Samarinda tepat 7
bulan yang lalu, dan baru hari ini saya ada panggilan untuk pemotretan, eehhh
foto KTP maksudnya *hihihii….
Mengingat tempat saya menetap saat ini dengan alamat di KTP itu
berbeda, saya terpaksa izin sehari dari kantor hanya untuk mengurus KTP.
Rencana awal, pak RT akan menemani saya menyetor berkas pembuatan KTP di kantor
kecamatan, tapi tiba-tiba di pagi buta salah satu warganya ada yang meninggal
dunia, jadilah beliau terpaksa memohon maaf tidak bisa menemani saya ke Kantor
Kecamatan, karena beliau harus mengurus pemakaman warganya, itu tak menjadi
masalah buat saya, memang demikianlah seharusnya seorang pemimpin, ia harus
mengutamakan yang penting dan mendesak, yaa seperti pemakaman, seperti ini
tidak bisa ditunda tunda.
Jadilah saya berangkat ditemani ibu tukang ojek langganan tante,
tentulah ia tahu kantor camat yang ingin saya tuju, tidak seperti saya yang
tidak tahu karena memang baru kali ini saya akan kesana. Motor yang dikendarai
si ibu melaju cepat, hanya berkisar 10 menit sampailah saya di sebuah kantor
camat. Sebelum masuk saya berpesan kepada ibu tukang ojek agar tak menunggu
saya, siapa tau saya lama. Setelah mengucap terima kasih ibu tukang ojek pun
pergi dan saya melangkah masuk.
Di teras kantor camat saya disambut dengan banyak genangan air serta
lumpur dimana-mana, sepertinya kantor camat ini baru saja kebanjiran, tak
merasa ada gelagat yang aneh, saya langsung nyelonong masuk ke tempat pembuatan
KTP.
“Maaf pak mau buat KTP….”
“Yaa, berkasnya mana?”
“Ini Pak..” Sambil saya nyodorin berkas yang di kasih Pak RT tadi pagi
“Waah mbak, ini bukan disini, kantor camatnya ada di Lempake, ini
Kecamatan Sungai Pinang”
“Apaaaa, ohh yaa Pak, Kantor Camatnya di mana pak?”
Bapak di ruang pembuat KTP itu mulai menjelaskan, yang penjelasannya
sama sekali tak kumengerti. Raut muka saya mulai berubah, mana ibu ibu tukang
ojeknya sudah pulang, kesel, pengen marah, tapi coba berpikir jernih, kupikir
ibu tukang ojek itu tau Kantor Camat yang saya maksud, tau tau nya saya dibawa
ke kantor camat yang salah.
Dengan langkah yang sudah tak bersemangat, hati sudah badmood saya
melangkah keluar, tepat berdiri dipinggir jalan, ini mau kemana? Mengubungi
siapa?, diseberang jalan ada seorang bapak yang sedang sibuk bekerja di
bengkelnya, saya bertanya kepada bapak itu saja, saya pun menyebrang jalan.
“Maaf pak, mau tanya Kantor Camat Samarinda Utara itu di sebelah mana
yaa Pak?
“Itu di Lempake Mbak, terminal ujung belok kiri, terus-terus”
“Ke sana bisa naik angkot gak pak …?” Tanyaku, masih dengan muka yang
sama sekali tak bersemangat
“Angkot ke sana susah mbak..”
“Naik ojek aja kalo gitu, disini pangkalan ojek dimana pak..?
“ Sekitar 150 meter ke sana, ada pangkalan Ojek”
“ooh yaa pak, terima kasih” aku pun berbalik, dan dari sebrang jalan
aku lihat papan nama kantor camat nya, dan membacanya, tulisan di papan itu
adalah “KANTOR CAMAT SUNGAI PINANG”, naah kalo seperti ini siapa sebenarnya
yang kurang cermat, bukan salah ibu tukang ojek sepenuhnya dong yaa, ini salah
saya juga, kenapa tidak mengkonfirmasi dulu apa benar ini kantor camat yang
saya tuju apa bukan, sebelum menyuruh tukang ojeknya pergi. (Pelajaran
Pertama), Harus Teliti, gak
boleh langsung menyalahkan orang lain, dan mesti sabar.
Lanjut, saya pun berjalan mencari pangkalan ojek, setelah bertanya dua
kali, barulah saya mendapatkan pangkalan ojeknya.
“Kemana mbak?” Kata Tukang Ojeknya
“Kantor Kecamatan, yang di Lempake yaa pak”
“Yaa mbak…”
Tanpa banyak bertanya lagi saya pun naik, motor melaju dengan cepat.
Berselang beberapa menit, saya mulai merasa aneh, kok Kantor Camatnya terasa
amat jauh yaaa, mana di kanan kiri hanya ada beberapa rumah, tampak sepi, dan
terasa horror, mau dibawa kemana saya sama tukang ojek ini, pikiran negative
saya mulai mengusik, doa mengalun menenangkan hati yang tadinya kesel berubah menjadi
was was.
“Stop stop stop” teriak saya
“Kenapa mbak?” tanya bapak tukang ojeknya
“Tunggu dulu pak, ini saya bingung sebenarnya Kantor Camat yang mana
yang harus saya datangi”
“Kalo Kantor Camat Samarinda Utara yang di depan sana mbak, memang di
wilayah Kel.Lempake”
“Ohh yaa, lanjut aja” kataku kemudian, meski masih sedikit was was
Suara tukang ojeknya, terkesan menandakan bahwa ia tidak sedang
berbohong, motor pun melaju kembali, dan akhirnya berbelok memasuki sebuah
gedung bertingkat dua yang cukup besar. Aku baca dari papan besarnya, yahh
benar ini Kantor Camat Samarinda Utara. Setelah berterima kasih pada tukang
ojeknya, saya masuk dan lansung menuju ruangan untuk foto KTP di lantai dua. (Pelajaran
Kedua), jangan gampang berpikir buruk tentang orang lain.
Setelah foto KTP, dan di sampaikan bahwa KTP nya baru jadi seminggu
kemudian, saya sedikit kecewa karena pikiran saya KTP nya bisa langsung jadi
hari ini. Selanjutnya saya berfikir dengan apa saya pulang, info dari bapak tukang
ojek yang tadi mengantar, bahwa angkot masih biasa ada yang lewat di sini, tapi
memang harus menunggu cukup lama, dan biasanya jika sudah lewat tengah hari
hari tidak ada lagi angkot yang lewat. Waktu masih menunjukkan pukul 10.30,
berarti masih ada harapan ada satu dua angkot yang lewat, saya pun melangkah ke
depan kantor camat, sambil bertanya ke seorang bapak yang sibuk mengisi solar
buat genset Kantor Camat, memastikan apa memang masih ada angkot yang lewat.
Satu jam kemudian….
Tak ada tanda-tanda ada angkot yang akan lewat, karena memang sudah
terbiasa menunggu angkot sampai berjam jam, jadi masih sabar menunggu,
tiba-tiba dari samping sebuah mobil pickup berhenti, dan dari dalam mobil
seorang bapak bapak menyapa…
“Mbak, mau ikut sampai depan, di terminal sana banyak angkot”
“Ohh iyaa pak, boleh” jawab saya sambil tersenyum
Bapak pengisi solar tersebut ternyata telah menyelesaikan
pekerjaannya, dan hendak pulang, beliau menawarkan tumpangan padaku. Sampai di
terminal saya pun turun dan menyodorkan beberapa lembar uang kepadanya, tapi
bapaknya menolak menerimanya, akhirnya saya pun hanya bisa berterima kasih atas
kebaikannya memberikan saya tumpangan. (Pelajaran
Ke Tiga), Berbuat baiklah tanpa mengharap imbalan apapun.
Hari ini aktivitas saya memang hanyalah mengurus pembuatan KTP, tapi
Allah mengajak saya bertemu dengan guru guru kehidupan, guru tak mesti mereka
yang memakai seragam, berdiri di depan kelas, atau menjelaskan/mengajarkan kita
sesuatu. Bagi saya guru itu bisa saya temukan dimana saja, dari siapa saja,
seperti halnya hari ini saya belajar dari dua tukang ojek dan seorang tukang
solar, pelajaran yang kadang tak kita dapat di sekolah formal, dari mereka
bertigalah saya belajar banyak hal hari ini.
Salam Santun
@irnayuliani_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar