Do What You Love, Love What You Do

Senin, 22 Desember 2014

Guru Kehidupan



Tidak terasa saya sudah 7 bulan menetap di Samarinda, berkenalan dengan banyak orang baru serta melihat kebudayaan yang begitu beragam di kota ini. Menjadi Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur, Kota Samarinda berkembang pesat, baik di bidang perekonomian, pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur, kebudayaan dan lain lain, semua dalam proses berbenah dan berusaha makin baik dari hari kehari. Sayangnya selama 7 bulan saya disini, saya belum terdaftar sebagai warga Samarinda, entah apa yang menjadi faktor penghambat pengurusan Kartu Keluarga dan KTP nya terkesan lambat, padahal saya sudah menyetor semua berkas kepindahan saya dari Makassar ke Samarinda tepat 7 bulan yang lalu, dan baru hari ini saya ada panggilan untuk pemotretan, eehhh foto KTP maksudnya *hihihii….

Mengingat tempat saya menetap saat ini dengan alamat di KTP itu berbeda, saya terpaksa izin sehari dari kantor hanya untuk mengurus KTP. Rencana awal, pak RT akan menemani saya menyetor berkas pembuatan KTP di kantor kecamatan, tapi tiba-tiba di pagi buta salah satu warganya ada yang meninggal dunia, jadilah beliau terpaksa memohon maaf tidak bisa menemani saya ke Kantor Kecamatan, karena beliau harus mengurus pemakaman warganya, itu tak menjadi masalah buat saya, memang demikianlah seharusnya seorang pemimpin, ia harus mengutamakan yang penting dan mendesak, yaa seperti pemakaman, seperti ini tidak bisa ditunda tunda.

Jadilah saya berangkat ditemani ibu tukang ojek langganan tante, tentulah ia tahu kantor camat yang ingin saya tuju, tidak seperti saya yang tidak tahu karena memang baru kali ini saya akan kesana. Motor yang dikendarai si ibu melaju cepat, hanya berkisar 10 menit sampailah saya di sebuah kantor camat. Sebelum masuk saya berpesan kepada ibu tukang ojek agar tak menunggu saya, siapa tau saya lama. Setelah mengucap terima kasih ibu tukang ojek pun pergi dan saya melangkah masuk.

Di teras kantor camat saya disambut dengan banyak genangan air serta lumpur dimana-mana, sepertinya kantor camat ini baru saja kebanjiran, tak merasa ada gelagat yang aneh, saya langsung nyelonong masuk ke tempat pembuatan KTP.
 “Maaf pak mau buat KTP….”
“Yaa, berkasnya mana?”
“Ini Pak..” Sambil saya nyodorin berkas yang di kasih Pak RT tadi pagi
“Waah mbak, ini bukan disini, kantor camatnya ada di Lempake, ini Kecamatan Sungai Pinang”
“Apaaaa, ohh yaa Pak, Kantor Camatnya di mana pak?”
Bapak di ruang pembuat KTP itu mulai menjelaskan, yang penjelasannya sama sekali tak kumengerti. Raut muka saya mulai berubah, mana ibu ibu tukang ojeknya sudah pulang, kesel, pengen marah, tapi coba berpikir jernih, kupikir ibu tukang ojek itu tau Kantor Camat yang saya maksud, tau tau nya saya dibawa ke kantor camat yang salah.

Dengan langkah yang sudah tak bersemangat, hati sudah badmood saya melangkah keluar, tepat berdiri dipinggir jalan, ini mau kemana? Mengubungi siapa?, diseberang jalan ada seorang bapak yang sedang sibuk bekerja di bengkelnya, saya bertanya kepada bapak itu saja, saya pun menyebrang jalan.
“Maaf pak, mau tanya Kantor Camat Samarinda Utara itu di sebelah mana yaa Pak?
“Itu di Lempake Mbak, terminal ujung belok kiri, terus-terus”
“Ke sana bisa naik angkot gak pak …?” Tanyaku, masih dengan muka yang sama sekali tak bersemangat
“Angkot ke sana susah mbak..”
“Naik ojek aja kalo gitu, disini pangkalan ojek dimana pak..?
“ Sekitar 150 meter ke sana, ada pangkalan Ojek”
“ooh yaa pak, terima kasih” aku pun berbalik, dan dari sebrang jalan aku lihat papan nama kantor camat nya, dan membacanya, tulisan di papan itu adalah “KANTOR CAMAT SUNGAI PINANG”, naah kalo seperti ini siapa sebenarnya yang kurang cermat, bukan salah ibu tukang ojek sepenuhnya dong yaa, ini salah saya juga, kenapa tidak mengkonfirmasi dulu apa benar ini kantor camat yang saya tuju apa bukan, sebelum menyuruh tukang ojeknya pergi. (Pelajaran Pertama), Harus Teliti, gak boleh langsung menyalahkan orang lain, dan mesti sabar.

Lanjut, saya pun berjalan mencari pangkalan ojek, setelah bertanya dua kali, barulah saya mendapatkan pangkalan ojeknya.
“Kemana mbak?” Kata Tukang Ojeknya
“Kantor Kecamatan, yang di Lempake yaa pak”
“Yaa mbak…”
Tanpa banyak bertanya lagi saya pun naik, motor melaju dengan cepat. Berselang beberapa menit, saya mulai merasa aneh, kok Kantor Camatnya terasa amat jauh yaaa, mana di kanan kiri hanya ada beberapa rumah, tampak sepi, dan terasa horror, mau dibawa kemana saya sama tukang ojek ini, pikiran negative saya mulai mengusik, doa mengalun menenangkan hati yang tadinya kesel berubah menjadi was was.
“Stop stop stop” teriak saya
“Kenapa mbak?” tanya bapak tukang ojeknya
“Tunggu dulu pak, ini saya bingung sebenarnya Kantor Camat yang mana yang harus saya datangi”
“Kalo Kantor Camat Samarinda Utara yang di depan sana mbak, memang di wilayah Kel.Lempake”
“Ohh yaa, lanjut aja” kataku kemudian, meski masih sedikit was was
Suara tukang ojeknya, terkesan menandakan bahwa ia tidak sedang berbohong, motor pun melaju kembali, dan akhirnya berbelok memasuki sebuah gedung bertingkat dua yang cukup besar. Aku baca dari papan besarnya, yahh benar ini Kantor Camat Samarinda Utara. Setelah berterima kasih pada tukang ojeknya, saya masuk dan lansung menuju ruangan untuk foto KTP di lantai dua. (Pelajaran Kedua), jangan gampang berpikir buruk tentang orang lain.

Setelah foto KTP, dan di sampaikan bahwa KTP nya baru jadi seminggu kemudian, saya sedikit kecewa karena pikiran saya KTP nya bisa langsung jadi hari ini. Selanjutnya saya berfikir dengan apa saya pulang, info dari bapak tukang ojek yang tadi mengantar, bahwa angkot masih biasa ada yang lewat di sini, tapi memang harus menunggu cukup lama, dan biasanya jika sudah lewat tengah hari hari tidak ada lagi angkot yang lewat. Waktu masih menunjukkan pukul 10.30, berarti masih ada harapan ada satu dua angkot yang lewat, saya pun melangkah ke depan kantor camat, sambil bertanya ke seorang bapak yang sibuk mengisi solar buat genset Kantor Camat, memastikan apa memang masih ada angkot yang lewat.

Satu jam kemudian….
Tak ada tanda-tanda ada angkot yang akan lewat, karena memang sudah terbiasa menunggu angkot sampai berjam jam, jadi masih sabar menunggu, tiba-tiba dari samping sebuah mobil pickup berhenti, dan dari dalam mobil seorang bapak bapak menyapa…
“Mbak, mau ikut sampai depan, di terminal sana banyak angkot”
“Ohh iyaa pak, boleh” jawab saya sambil tersenyum
Bapak pengisi solar tersebut ternyata telah menyelesaikan pekerjaannya, dan hendak pulang, beliau menawarkan tumpangan padaku. Sampai di terminal saya pun turun dan menyodorkan beberapa lembar uang kepadanya, tapi bapaknya menolak menerimanya, akhirnya saya pun hanya bisa berterima kasih atas kebaikannya memberikan saya tumpangan. (Pelajaran Ke Tiga), Berbuat baiklah tanpa mengharap imbalan apapun.

Hari ini aktivitas saya memang hanyalah mengurus pembuatan KTP, tapi Allah mengajak saya bertemu dengan guru guru kehidupan, guru tak mesti mereka yang memakai seragam, berdiri di depan kelas, atau menjelaskan/mengajarkan kita sesuatu. Bagi saya guru itu bisa saya temukan dimana saja, dari siapa saja, seperti halnya hari ini saya belajar dari dua tukang ojek dan seorang tukang solar, pelajaran yang kadang tak kita dapat di sekolah formal, dari mereka bertigalah saya belajar banyak hal hari ini. 

Salam Santun
 @irnayuliani_

Tidak ada komentar: